Ilustrasi Profesi Advokat-- Google Image |
Advokat adalah salah satu profesi yang paling diincar oleh kebanyakan lulusan Fakultas Hukum atau sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi ilmu hukum.
Bahkan, sering kali saya temukan mereka yang berlatar belakang ilmu lain-- sudah bekerja, malah banting setir-- kuliah lagi di fakultas hukum demi menjadi seorang Advokat.
Tak sedikit pula para mantan hakim, jaksa dan polisi setelah purna tugas alias pensiun, beralih profesi menjadi seorang Advokat.
Bermodalkan pengalaman dalam praktik di dunia hukum, serta jaringan penegak hukum, membuat mereka tak sia-siakan kesempatan, meski di usia tua.
Sewaktu saya mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) tahun 2019 yang lalu, sahabat saya, salah satu peserta adalah seorang polisi aktif. Usianya masih tergolong muda. Jauh-jauh hari sudah mempersiapkan diri untuk menjadi seorang Advokat.
Wow! Daya tarik profesi Advokat ternyata sangat menggoda.
Profesi Advokat memang sangat menjanjikan dari segi pendapatan. Mungkin itulah kenapa banyak orang yang tergoda untuk menekuni dunia yang satu ini.
Ditambah lagi dengan kehidupan glamor para Advokat sukses yang sering dipertontonkan, membuat calon Advokat semakin tergiur.
Selain pendapatan yang sangat menjanjikan, Advokat juga disebut sebagai profesi terhormat (officium nobile). Jadi, lengkap sudah daya tarik profesi yang satu ini.
Yah, sejak lahir Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang disingkat UU Advokat, profesi Advokat diakui sebagai salah satu penegak hukum yang sejajar dengan hakim, jaksa dan polisi.
Menyandang profesi terhormat sekaligus profesi yang menjanjikan pendapatan di atas rata-rata, tentu menjadi harapan banyak orang. Termasuk saya sendiri.
Akan tetapi, untuk menjadi seorang Advokat sukses, dalam arti-- sukses secara materi dan sukses menjaga harkat dan martabat sebagai profesi terhormat tidaklah mudah. Begitu kata para senior.
Menurut guru penjajar saya sewaktu mengikuti PKPA, yang katanya ia dengar dari gurunya yang berguru pada Advokat senior, mendiang Adnan Buyung Nasution, ada tiga syarat untuk menjadi Advokat sukses. Apa saja ketiga syarat tersebut? Yuk, kita kupas satu per satu.
Advokat Harus Jujur
Kejujuran harus dimiliki dan dipegang teguh oleh seorang Advokat. Kenapa kejujuran ini penting?
Sebab profesi Advokat adalah profesi yang berkaitan dengan pemberian jasa bantuan hukum. Di sana ada soal pelayanan sekaligus kepercayaan yang dibrikan sepenuhnya oleh seorang klien.
Sekali saja seorang Advokat berbuat tidak jujur kepada klien atau pihak-pihak terkait, maka selamanya tidak akan dipercaya.
Cerita ketidakjujuran itu akan menyebar dari mulut ke mulut. Tidak ada satu orang pun yang mau menyerahkan urusannya kepada Advokat yang curang atau tidak jujur.
Sedangkan sumber utama pekerjaan seorang Advokat berasal dari rekomendasi dari klien yang merasa puas atas jasa dan lanyanan yang pernah diterimanya.
Seorang Advokat juga harus jujur kepada diri sendiri. Jujur kepada diri sendiri berarti dalam melakukan pembelaan terhadap klien tidak semata-mata tergiur oleh honor atas jasa hukum yang diberikan, tetapi juga mengikuti kata hati nurani.
Pembelaan terhadap klien tidak menghalalkan segala cara. Yang benar katakan benar, dan yang salah katakan salah. Kata kuncinya adalah turut menegakkan hukum.
Advokat Harus Pintar
Seorang Advokat dalam menjalankan profesinya tentu harus berbekal pengetahuan hukum yang mumpuni.
Pengetahuan hukum mencakup kecakapan hukum acara untuk semua lembaga peradilan maupun kecakapan dalam hukum materiel. Ingat! Selain beracara di pengadilan, seorang advokat juga dapat memberikan jasa konsultasi hukum.
Persoalan hukum yang dibawa oleh klien sangat beragam. Untuk menghadapi persoalan yang bermacam-macam dan mengadung berbagai aspek hukum tersebut, maka seorang Advokat pun harus mempelajari seluruh aspek hukum.
Kompleksitas persoalan hanya dapat dihadapi dengan keluasan pengetahuan hukum. Semakin luas pengetahuan hukum seorang Advokat, semakin tinggi pula dedikasinya di hadapan klien.
Semakin luas pengetahuan dan juga pengalaman seorang Advokat, maka biasanya semakin tinggi honor atas jasa bantuan hukum yang diberikan.
Begitu juga dalam hal tarif jasa konsultasi hukum. Tak heran, penetuan honor seorang Advokat senior dan berpengalaman berbeda jauh dengan honor Advokat baru.
Oleh sebab itu, sorang Advokat dituntut untuk terus belajar. Seorang Advokat harus rajin membaca buku-buku hukum maupun buku pengetahuan umum untuk terus memperbaharui pengetahuannya.
Berita-berita dan informasi terkini tak boleh ketinggalan. Akan lebih baik lagi bila dapat melanjutkan pendidikan Magister Hukum dan pendidikan Doktoral di bidang hukum.
Terahir, yang juga sangat penting adalah belajar dari para Advokat senior. Pengalaman mereka sangat berharga untuk digali oleh Advokat pemula.
Terkadang ada persoalan hukum yang ditangani sulit kita temukan referensi untuk menjawabnya, tetapi bisa dijawab berdasarkan pengalaman mereka yang pernah melakoninya.
Advokat Harus Berani
Modal jujur dan pintar saja tidak cukup untuk menjalani profesi Advokat. Modal ketiga yang harus dimiliki oleh seorang Advokat adalah keberanian.
Seorang Advokat dalam membela kepentingan hukum klienya tentu akan menghadapi berbagai tantangan, rintangan, dan bahkan acaman dari pihak-pihak tertentu. Semua itu harus dihadapi dengan penuh keberanian.
Seorang Advokat dalam menjalani profesi dilindungi oleh undang-undang. Ia memiliki hak imunitas, yakni tak dapat dituntut secara perdata mapun pidana atas tindakan hukum yang ia lakukan dalam rangka membela kepentingan hukum klien.
Begitu pula ketika berhadapan dengan para penegak hukum yang lain, seorang Advokad memiliki kedudukan yang sama sebagai penegak hukum. (D 4 FI)
0 komentar
EmoticonEmoticon